MA & PARTNERS LAW FIRM


Ketika Hukum Berbenah : Suara Advokat Menyambut Era Baru KUHP dan KUHAP

Jakarta, Hukum-Pedia.com - Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) melakukan diskusi panel membahas arah dan masa depan penegakan hukum Indonesia menjelang diberlakukannya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. 

Di sebuah ruang diskusi yang dipenuhi semangat perubahan, puluhan advokat dan pemerhati hukum berkumpul di Jakarta. Mereka bukan sekadar berbicara tentang pasal-pasal dan aturan hukum, melainkan tentang masa depan keadilan di Indonesia.

Diskusi bertajuk “Wajah Penegakan Hukum Pasca KUHAP dan KUHP Baru” yang digelar oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) menjadi ajang refleksi atas reformasi besar yang sebentar lagi akan mengubah wajah sistem hukum pidana nasional.

Bagi Heru Muzaki, Ketua Panitia Rakernas dan HUT ke-40 IKADIN, momentum ini adalah babak baru bagi dunia advokat. “Advokat kini menjadi garda penting dalam menjaga keseimbangan sistem hukum. KUHP baru memberi ruang pada pemidanaan yang lebih manusiawi — mulai dari kerja sosial, pidana pengawasan, hingga judicial pardon,” ujarnya dengan nada optimis.

Namun, di balik semangat pembaruan itu, ada nada kehati-hatian yang muncul dari para praktisi hukum. Maqdir Ismail, Ketua Umum DPP IKADIN, mengingatkan bahwa aturan yang baik di atas kertas belum tentu menjamin keadilan di lapangan. Ia menyoroti masih lemahnya kontrol terhadap penetapan tersangka dan mekanisme penahanan.

“Penetapan tersangka tak cukup hanya dua alat bukti. Bukti itu harus relevan dan benar-benar membuktikan unsur pidana,” tegas Maqdir. Ia juga menilai praktik penahanan dan penyadapan masih terlalu subjektif, bergantung pada penyidik tanpa pengawasan yudisial yang kuat.

Bagi Maqdir, hukum pidana bukan sekadar alat kekuasaan, tapi cermin dari nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi. Karena itu, ia menyerukan agar pembatasan terhadap upaya paksa dilakukan secara ketat dan adil, agar tidak ada warga yang dikorbankan oleh kelalaian prosedural.

Diskusi ini bukan sekadar pertemuan para pakar hukum tetapi sebuah panggilan moral. Dari ruang itu, mengalir harapan agar reformasi hukum pidana tak berhenti pada teks undang-undang, melainkan menjadi praktik nyata yang melindungi hak setiap manusia.

“Perubahan hukum ini harus diawasi, dikritisi, dan disempurnakan terus-menerus,” ujar Heru di penghujung acara. “Karena keadilan bukan sekadar kata, tapi perjuangan bersama.” (Red/YH)

Previous Post