Legitimasi Pembekuan Berita Acara Sumpah Advokat Oleh Pengadilan : Kewajiban Melindungi Wibawa Peradilan
Hukum-Pedia.com - Salah satu prinsip utama dalam sistem peradilan adalah wibawa pengadilan (Dignity of the Court). Pengadilan berhak untuk menjaga otoritasnya dari segala bentuk tindakan yang merendahkan atau menghambat jalannya peradilan. Dalam kasus Firdaus Oiwobo dan Razman Arif Nasution, tindakan yang mereka lakukan dalam persidangan dianggap sebagai contempt of court, yang berujung pada pembekuan Berita Acara Sumpah (BAS) oleh Pengadilan Tinggi.
Langkah ini mendapat respons beragam, dengan pertanyaan utama: Apakah pengadilan berwenang untuk membekukan BAS advokat? Legal opinion ini bertujuan untuk menegaskan bahwa tindakan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi dalam membekukan BAS advokat adalah sah secara hukum dan diperlukan untuk menjaga wibawa peradilan.
PERMASALAHAN HUKUM
1. Apakah pengadilan memiliki kewenangan untuk membekukan Berita Acara Sumpah Advokat?
2. Bagaimana korelasi antara kewajiban menjaga wibawa pengadilan dan penegakan hukum terhadap Advokat yang melanggar tata tertib persidangan?
3. Apakah tindakan pembekuan BAS merupakan langkah yang sah dan proporsional dalam penegakan hukum?
ANALISIS YURIDIS
1. Kewajiban Pengadilan untuk Menjaga Wibawa Peradilan
Dalam sistem hukum Indonesia, pengadilan memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan peradilan berjalan dengan tertib dan terhormat. Ini ditegaskan dalam beberapa regulasi:
Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48 Tahun 2009) menyatakan bahwa pengadilan harus menjaga independensi dan martabatnya.
Pasal 8 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman memberikan kewenangan bagi hakim untuk menindak siapa pun yang mengganggu jalannya persidangan.
Dalam kasus ini, Firdaus Oiwobo dan Razman Arif Nasution telah melakukan tindakan yang dianggap merendahkan wibawa pengadilan, sehingga pengadilan memiliki alasan kuat untuk bertindak tegas terhadap mereka.
2. Kewenangan Hakim dan Pengadilan dalam Menindak Contempt of Court
Dalam berbagai sistem hukum, termasuk Indonesia, Contempt of Court (penghinaan terhadap pengadilan) adalah pelanggaran serius yang dapat dikenai sanksi langsung oleh pengadilan.
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 5 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Persidangan memberikan hakim kewenangan untuk mengeluarkan siapa pun dari ruang sidang yang mengganggu jalannya persidangan.
Pasal 217–218 KUHP mengatur bahwa penghinaan terhadap pengadilan dapat dikenai sanksi pidana.
Dalam konteks ini, tindakan membekukan BAS adalah bentuk sanksi administratif yang bersifat korektif, bukan pencabutan izin profesi. Dengan kata lain, pengadilan tidak mencabut status advokat mereka, tetapi hanya menangguhkan hak mereka untuk beracara di pengadilan demi menjaga integritas peradilan.
3. Justifikasi Pembekuan BAS: Kewenangan Inheren Pengadilan
Secara hukum, pengadilan memiliki kewenangan inheren untuk melindungi sistem peradilan dari tindakan yang dapat merusak keadilan itu sendiri. Konsep ini dikenal sebagai inherent judicial power, yang memberikan pengadilan keleluasaan dalam menjatuhkan sanksi bagi siapa pun yang mengancam integritasnya.
Dalam kasus ini:
1. Pengadilan memiliki kewenangan untuk menegakkan tata tertib persidangan, termasuk terhadap advokat yang bertindak tidak pantas.
2. Pembekuan BAS bukanlah pencabutan izin advokat, melainkan hanya penundaan sementara akses mereka ke pengadilan, yang bertujuan untuk menegakkan ketertiban dan memastikan kejadian serupa tidak terulang.
3. Tindakan ini sejalan dengan asas proporsionalitas, karena advokat tetap dapat melakukan praktik hukum di luar pengadilan, sementara organisasi advokat tetap memiliki kewenangan untuk meninjau kembali perilaku anggotanya.
4. Pembekuan BAS sebagai Langkah Sah dalam Penegakan Disiplin Profesi
Sebagai officium nobile, Advokat memiliki tanggung jawab moral dan etika dalam menjalankan profesinya. Jika Advokat bertindak tidak pantas dalam persidangan, pengadilan berhak memberikan sanksi yang bersifat administratif sebagai bentuk pembinaan dan koreksi.
Dalam berbagai sistem hukum, hakim memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi disiplin kepada Advokat yang melanggar tata tertib persidangan.
Di Indonesia, pengadilan berperan sebagai institusi yang mengawasi dan menegakkan hukum dalam proses peradilan.
Dalam hal ini, tindakan pembekuan BAS oleh pengadilan adalah langkah yang sah, proporsional, dan dibutuhkan untuk menjaga kredibilitas sistem peradilan.
KESIMPULAN
1. Pengadilan memiliki kewenangan inheren untuk menegakkan disiplin persidangan, termasuk menjatuhkan sanksi administratif kepada advokat yang melakukan Contempt of Court.
2. Pembekuan BAS bukanlah pencabutan izin Advokat, tetapi hanya sanksi administratif yang bersifat korektif untuk menjaga ketertiban persidangan.
3. Tindakan Mahkamah Agung dalam mengesahkan pembekuan BAS Advokat adalah langkah sah dan proporsional untuk menjaga wibawa pengadilan dan kelancaran proses peradilan.
Penulis : Dr. Kartono, S.H.I, M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang / Ketua DPD IKADIN Banten)