Darurat Terhadap Hak Masyarakat Dalam Beragama dan Berkeyakinan
Penulis : Ifahrul Anam, S.H., (Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang)
Hukum-Pedia.com, Tangerang Selatan - Setiap warga negara Indonesia memiliki hak asasi nya masing-masing, begitupun dalam halnya untuk beragama dan berkeyakinan. Kebebasan beragama dan berkeyakinan ( freedom of religion and belief ) merupakan salah satu bagian dari HAM yang sudah melekat sejatinya sejak ia lahir yang datangnya dari tuhan dan harus dilindungi, dipertahankan, dihormati, dantidak boleh diabaikan, dirampas oleh siapapun.
Hak ini selain
tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), terdapat juga
dalam berbagai dokumen historis HAM lainnya, seperti dokumen Magna Charta
(1215), Bill of Rights England (1689), Rights of Man France (1789), Bill of
Rights of USA (1791), Rights of Russian People (1917), dan International Bill
of Rights (1966). Kemudian lebih rinci lagi diatur dalam Pasal 18, 20 ayat (2),
dan Pasal 27 Instrumen International Covenant on Civil and Political Rights
(ICCPR).
Indonesia sepakat untuk menjunjung tinggi HAM untuk setiap warga negaranya bahkan untuk seluruh dunia, terutama dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan yang tertuang dalam UUD 1945. Pada amandemen kedua UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah memasukkan satu bab yang secara khusus memberi landasan penjaminan HAM bagi setiap warga negara, yakni BAB XA. Pada bab ini, terdapat sepuluh pasal tentang HAM yang hampir seluruhnya mengadopsi prinsip-prinsip DUHAM dan ICCPR.
Salah satu hak asasi yang diatur dalam bab ini
menyangkut hak dan kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi setiap warga
negara, seperti yang diatur dalam Pasal 28E UUD 1945. Pasal ini menegaskan
tentang cakupan hak beragama dan berkeyakinan, yakni hak untuk memeluk agama,
hak untuk menganut satu keyakinan dan hak untuk beribadat menurut agama dan
keyakinan tersebut. Kebebasan akan hak-hak tersebut juga di diperkuat oleh
beberapan instrumen peraturan perundang-undangan dibawah UUD 1945, antara lain
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, terutama Pasal 4, Pasal 12, dan Pasal 22. UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yakni dalam
Pasal 6 dan Pasal 43 ayat (1), UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan
Hak Sipil dan Politik atau ICCPR, terutama yang diatur dalam Pasal 18, 20, dan
27.
Hak kebebasan berpendapat, berkeyakinan, dan beragama merupakan salah satu hak yang tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Sementara itu, kebebasan menjalankan agama adalah hak yang dapat dibatasi (derogable rights), karena berkaitan dengan hak-hak orang lain. Meskipun pembatasan kebebasan beragama sudah diatur secara jelas oleh instrumen tersebut, yakni untuk melindungi lima keamanan yang diperlukan masyarakat, di dalam UUD 1945 Pasal 28J ditambah satu aspek lagi, yakni untuk melindungi nilai-nilai agama.
Pasal inilah yang kemudian dipersoalkan oleh
pegiat HAM universal terkait dengan nilai-nilai apa saja dari agama itu yang
harus dilindungi. Problematika pembatasan seperti ini dapat dipahami, karena
bagi mereka yang terpenting adalah melindungi individu-individu penganut
agamanya, bukan pada agama yang diyakininya. Berbeda dengan pandangan tersebut,
bagi sebagian masyarakat yang lain pembatasan seperti itu masih dimungkinkan
sepanjang diatur oleh uu, semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan nilai-nilai agama.
Pengaturan di Indonesia sendiri walaupun sudah ada jaminan
perihal kebabasan beragama dan berkeyakinan, namun saat ini jaminan atas hak
kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat memperihatinkan. Masih banyaknya
laporan dari tahun ke tahun atas pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan
berkeyakinan, namun dalam beberapa kasus sejumlah aparat negara baik di tinggat
nasional maupun lokal malah mendukung pelanggaran tersebut. Ditambah dengan
adanya regulasi yang belum mengakomodir seluruh hak atas kebebasan beragama dan
berkeyakinan. Termasuk regulasi baru yang muncul dan tidak sejalan dengan Hak
Asasi Manusia.
Ini menjadi tantangan bagi Pemerintah sebagai actor
pelindung hak atas warga negaranya, agar bisa sejalan dengan apa yang di
cita-citakan dan sejalan dengan tujuan Hak Asasi Manusia, khusunya dalam
kebebasan beragama dan berkeyakinan.