MA & PARTNERS LAW FIRM


Analisis Pro-Kontra Dalam Kasus Razman Nasution dan M. Firdaus Oiwobo : Peluang Kembali ke Profesi Advokat

Hukum-Pedia.com Kasus yang menimpa Razman Arif Nasution dan M. Firdaus Oiwobo telah menarik perhatian publik, khususnya dalam ranah hukum dan Etika Profesi Advokat. Kedua Advokat ini diduga melakukan pelanggaran yang berujung pada pembekuan Berita Acara Sumpah (BAS) advokat mereka oleh Pengadilan Tinggi. Keputusan ini menimbulkan diskursus di kalangan akademisi dan praktisi hukum mengenai sejauh mana tindakan tersebut sesuai dengan Prinsip Due Process of Law dan bagaimana dampaknya terhadap profesi Advokat di Indonesia.

Artikel ini akan mengulas pandangan pro dan kontra terkait kasus ini serta mengeksplorasi kemungkinan bagi Firdaus dan Razman untuk kembali berpraktik sebagai Advokat.

Pandangan Pro terhadap Keputusan Pembekuan BAS

1. Penegakan Kode Etik Advokat. Advokat merupakan profesi yang menjunjung tinggi etika dan moralitas hukum. Jika ada advokat yang melanggar kode etik, maka sanksi yang diberikan merupakan bentuk penegakan disiplin yang bertujuan untuk menjaga kehormatan profesi. Dalam konteks ini, pembekuan BAS dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa hanya advokat yang berintegritas yang dapat berpraktik di pengadilan.

2. Menjaga Kredibilitas Profesi Hukum. Kredibilitas profesi advokat sangat bergantung pada perilaku para praktisinya. Jika advokat terlibat dalam perilaku yang tidak profesional atau melanggar hukum, hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Oleh karena itu, tindakan tegas terhadap advokat yang dianggap mencederai integritas profesi dipandang sebagai upaya menjaga kepercayaan publik terhadap hukum.

3. Menegakkan Wibawa Pengadilan. Contempt of Court atau penghinaan terhadap pengadilan merupakan pelanggaran serius yang dapat mengganggu proses hukum yang adil dan tertib. Jika seorang advokat terbukti melakukan tindakan yang melecehkan institusi peradilan, maka pemberian sanksi yang tegas, termasuk pembekuan BAS, dapat dianggap sebagai langkah yang wajar untuk menjaga kewibawaan pengadilan.

Pandangan Kontra terhadap Keputusan Pembekuan BAS

1. Potensi Penyalahgunaan Kewenangan. Salah satu kekhawatiran dalam kasus ini adalah kemungkinan adanya penyalahgunaan kewenangan oleh pihak-pihak tertentu dalam menjatuhkan sanksi terhadap advokat. Jika mekanisme pembekuan BAS tidak dilakukan secara transparan dan tanpa mekanisme pembelaan yang memadai bagi advokat yang bersangkutan, maka keputusan ini bisa dianggap sebagai bentuk tindakan represif yang melanggar prinsip fair trial.

2. Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak. Konstitusi menjamin hak setiap individu untuk memperoleh penghidupan yang layak, termasuk dalam hal ini hak untuk menjalankan profesinya. Pembekuan BAS secara langsung mencabut hak advokat untuk berpraktik, yang berakibat pada hilangnya sumber penghasilan mereka. Jika tidak ada jalan pemulihan yang jelas, maka keputusan ini bisa dipandang sebagai hukuman yang tidak proporsional.

3. Preseden Buruk bagi Kebebasan Advokat. Jika keputusan ini tidak didasarkan pada bukti yang kuat atau prosedur yang jelas, maka ada risiko bahwa tindakan serupa dapat digunakan untuk membungkam advokat yang vokal dalam memperjuangkan kepentingan hukum kliennya. Hal ini dapat berdampak pada menurunnya independensi advokat dalam menjalankan tugasnya, yang pada akhirnya merugikan sistem peradilan secara keseluruhan.

Peluang Firdaus dan Razman untuk Kembali Berpraktik sebagai Advokat

Meskipun telah dikenai sanksi pembekuan BAS, masih terdapat kemungkinan bagi Firdaus dan Razman untuk kembali menjalankan profesinya sebagai advokat. Berikut beberapa langkah yang dapat ditempuh:

1. Mengajukan Banding atau Upaya Hukum Lainnya. Jika pembekuan BAS dianggap tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, maka advokat yang bersangkutan dapat mengajukan banding atau mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak melanggar hak-hak advokat.

2. Menjalani Proses Rehabilitasi Profesi. Dalam beberapa kasus, advokat yang dikenai sanksi masih dapat kembali berpraktik setelah menjalani masa pembinaan atau rehabilitasi. Organisasi advokat dapat menyediakan mekanisme pemulihan bagi anggotanya yang telah dikenai sanksi, seperti mengikuti pelatihan etika profesi atau memperoleh rekomendasi dari dewan etik untuk kembali berpraktik.

3. Mengajukan Permohonan Pengaktifan Kembali BAS. Setelah menjalani masa sanksi, Firdaus dan Razman dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi untuk mengaktifkan kembali BAS mereka. Dalam permohonan ini, mereka dapat menyertakan bukti bahwa mereka telah memperbaiki perilaku mereka dan berkomitmen untuk menaati kode Etik Advokat.

4. Membangun Reputasi dan Mendapat Dukungan dari Komunitas Hukum. Salah satu faktor penting dalam proses rehabilitasi profesi adalah dukungan dari komunitas hukum. Jika Firdaus dan Razman dapat menunjukkan bahwa mereka tetap memiliki dedikasi dalam menegakkan keadilan dan mendapatkan dukungan dari kolega serta organisasi advokat, maka peluang untuk kembali berpraktik akan semakin besar.

Kesimpulan

Kasus yang menimpa Firdaus dan Razman menunjukkan kompleksitas dalam penegakan kode etik advokat serta perlindungan terhadap independensi profesi hukum. Keputusan pembekuan BAS memiliki dasar yang kuat dalam hal penegakan disiplin dan menjaga wibawa pengadilan. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan kewenangan dan dampak negatif terhadap kebebasan Advokat.

Peluang bagi Firdaus dan Razman untuk kembali berpraktik masih terbuka, tergantung pada langkah hukum yang mereka ambil serta mekanisme rehabilitasi profesi yang tersedia. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang seimbang antara penegakan disiplin dan perlindungan hak-hak advokat agar sistem peradilan tetap berjalan dengan adil dan transparan.

Penulis : Yustinus Hura, S.H. (Founder LogikaHukum.com / Advocate & Legal Consultant)

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url